Rabu, 10 Maret 2010

BEBERAPA CATATAN TENTANG PEMBELAJARAN AKUNTANSI PENGANTAR

Oleh: Drs. Al. Haryono Yusuf, M.B.A.


PENGANTAR

Mata kuliah Akuntansi Pengantar diajarkan pada semua pendidikan tinggi ekonomi di Indonesia, baik pada Program S1 maupun Program D3, untuk semua jurusan. Sebagai mata kuliah yang diajarkan pada semester pertama di tahun pertama, tidak disangsikan lagi mata kuliah ini memegang peranan penting dan menentukan dalam mengantarkan para mahasiswa yang akan mempelajari akuntansi dan mata kuliah lain yang berkaitan pada tahapan berikutnya. Sebagai mata kuliah pengantar, mata kuliah ini dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan dasar atau fundamen kepada para mahasiswa. Oleh karena itu bangunan pengetahuan akuntansi yang dimiliki mahasiswa kelak, akan banyak dipengaruhi oleh keberhasilan pembelajaran mata kuliah ini sebagai fundamennya.
Peranan yang sangat penting ini seringkali kurang disadari oleh para pengelola perguruan tinggi ataupun dosen pengajarnya. Mata kuliah ini sering dipandang sebagai mata kuliah akuntansi yang paling mudah dengan tingkat kesulitan paling rendah bila dibandingkan dengan mata kuliah akuntansi lain yang diajarkan pada tahapan berikutnya. Pandangan ini sering mengakibatkan tugas mengajar mata kuliah ini diserahkan kepada dosen muda yang masih kurang berpengalaman mengajar, bahkan di beberapa perguruan tinggi diajarkan oleh asisten dosen.
Makalah ini saya susun sebagai sumbangan fikiran untuk memperbaiki mutu pembelajaran matakuliah Akuntansi Pengantar di perguruan tinggi yang disusun semata-mata berdasarkan pengalaman mengajar matakuliah ini selama bertahun-tahun. Mengingat bahwa saya tidak memiliki latar belakang pendidikan dan pengetahuan tentang tehnik dan metodik mengajar, maka sesuai dengan judulnya, makalah ini hanya berisi sorotan terhadap beberapa bagian dari pembelajaran Akuntansi Pengantar, khususnya pembelajaran Akuntansi Pengantar I, yang menurut pendapat saya harus lebih dicermati oleh para pengajar.
Saya tidak berpretensi memiliki kemampuan mengajar lebih baik dari para peserta seminar ini. Oleh karena itu saya berharap agar apa yang dikemukakan dalam makalah ini dapat menjadi bahan diskusi untuk memperbaiki mutu pembelajaran Akuntansi Pengantar di perguruan tinggi masing-masing.
Saya tidak membahas mengenai pembelajaran Akuntansi Pengantar II, bukan karena tidak ada persoalan, tetapi karena masalah yang paling mendasar justru terdapat pada pembelajaran Akuntansi Pengantar I. Pembagian mata kuliah Akuntansi Pengantar menjadi Akuntansi Pengantar I dan Akuntansi Pengantar II didasarkan pada kurikulum nasional dan silabi yang berlaku selama ini.

PESERTA MATA KULIAH AKUNTANSI PENGANTAR
Keberhasilan pembelajaran suatu mata kuliah antara lain akan ditentukan oleh pemahaman dosen/pengajar tentang siapa peserta mata kuliah yang bersangkutan. Dengan memahami hal ini dosen akan dapat membayangkan latar belakang pengetahuan yang dimiliki para peserta dan apa yang diharapkan atau apa yang sebaiknya diberikan kepada para peserta.
Di atas telah disinggung bahwa mata kuliah Akuntansi Pengantar diberikan pada hampir semua jurusan yang ada pada pendidikan tinggi Ekonomi di Indonesia. Mata kuliah ini umumnya ditawarkan pada semester pertama di tahun pertama. Oleh karena itu peserta mata kuliah ini pada umumnya adalah para mahasiswa baru yang baru saja lulus dari sekolah menengah umum atau sekolah menengah kejuruan. Pada umumnya mereka masih asing dengan segala hal yang dijumpainya di perguruan tinggi, termasuk dalam proses belajar-mengajar yang sama sekali lain dari apa yang selama ini mereka alami. Hal ini perlu disadari oleh para dosen, terutama pada minggu-minggu pertama. Dosen harus mengatur cara dan kecepatan mengajarnya sehingga tidak terlalu mengejutkan para mahasiswa baru yang sedang beradaptasi dengan lingkungan baru.
Dilihat dari sudut pengetahuan yang mereka miliki pada saat memasuki perguruan tinggi, umumnya selama di SMA mereka telah mengenal akuntansi yang materinya mencakup siklus akuntansi. Dengan demikian bisa diduga bahwa mereka tidak buta sama sekali tentang akuntansi. Namun yang perlu diwaspadai dosen adalah keanekaragaman mutu pembelajaran akuntansi di SMA. Cara mengajar yang tidak tepat di SMA bisa berakibat buruk terhadap keberhasilan pembelajaran yang diberikan dosen di perguruan tinggi, karena mahasiswa sudah terlanjur memperoleh pemahaman yang keliru dan hal ini kadang-kadang sukar diperbaiki. Oleh karena itu dosen perlu sering bertanya kepada peserta tentang pengetahuan yang mereka miliki mengenai materi yang sedang atau akan diajarkan. Dosen perlu meluruskan pengertian atau konsep keliru yang terlanjur mereka terima semasa di SMA.
Hal lain yang tidak kalah pentingnya untuk disadari para dosen pengajar adalah sikap atau bagaimana peserta didik memandang peranan mata kuliah ini. Dalam hal ini saya berpendapat bahwa pilihan jurusan sangat berpengaruh pada keseriusan mahasiswa dalam mempelajari suatu mata kuliah, termasuk mata kuliah Akuntansi Pengantar. Para mahasiswa tahun pertama Jurusan Akuntansi memandang mata kuliah Akuntansi Pengantar sebagai mata kuliah pokok yang akan memberi landasan penting dan memberi pengaruh yang besar pada keberhasilan mereka dalam menempuh matakuliah-matakuliah akuntansi lain yang akan ditempuh pada tahun-tahun berikutnya. Penjelasan tentang hal ini biasanya telah mereka peroleh dari Ketua Jurusan Akuntansi pada saat mereka mengikuti Pekan Orientasi Studi. Pemahaman ini memacu keseriusan mereka dalam mempelajari Akuntansi Pengantar. Hal yang kurang lebih sama dijumpai pada para mahasiswa Jurusan Manajemen karena tidak sedikit mata kuliah di Jurusan Manajemen juga membutuhkan prasyarat mata kuliah akuntansi pengantar. Akan tetapi mahasiswa Jurusan ESP sering memandang mata kuliah ini hanya sebagai pelengkap semata. Pandangan ini sangat berpengaruh pada keseriusan mereka dalam mempelajari Akuntansi Pengantar. Oleh karena itu pada temu muka pertama, dosen perlu meluangkan waktu untuk menjelaskan peranan pengetahuan tentang akuntansi yang perlu dipahami oleh para mahasiswa ESP dan manfaatnya bagi mereka apabila kelak mereka telah lulus dari Fakultas Ekonomi. Dosen perlu memberikan wawasan yang dapat merangsang para mahasiswa bahwa dalam porsi tertentu akuntansi tidak hanya harus dipelajari oleh para calon akuntan, tapi juga oleh non-akuntan termasuk para ekonom.
Untuk membangun persepsi mahasiswa bahwa mata kuliah ini benar-benar diperlukan di semua jurusan, dosen sebaiknya memanfaatkan temu muka pertama dengan menjelaskan tujuan akuntansi dan dan hasil akhir akuntansi berupa laporan keuangan. Pertama-tama perlu diperkenalkan tentang dua laporan keuangan yang utama, yaitu laporan posisi keuangan (neraca) dan laporan laba-rugi. Dengan berbagai cara yang menarik dosen bisa memberi contoh laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan dalam praktik. Sumber-sumber untuk ini mudah diperoleh melalui internet atau dari surat-surat kabar. Beberapa buku teks berbahasa Inggris mutahir melampirkan secara terpisah laporan tahunan yang diterbitkan perusahaan terkenal yang pasti dikenal mahasiswa yang di dalamnya memuat laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan. Sebagai contoh, Accounting Principles karangan Kieso dkk. melampirkan laporan tahunan Pepsy Cola. Sambil menunjukkan contoh nyata ini, dosen menerangkan siapa saja yang berkepentingan terhadap laporan semacam itu. Cara ini sangat bermanfaat untuk membangun pemahaman mahasiswa laporan keuangan benar-benar dibutuhkan masyarakat (investor, kreditur, dsb).

PEMBELAJARAN AKUNTANSI PENGANTAR I

Walaupun materi ajar Pengantar Akuntansi I relatif mudah, namun mengingat posisi yang sangat menentukan dari mata kuliah ini, dosen perlu mencermati beberapa bagian yang amat penting dalam proses pembelajarannya. Di bawah ini adalah catatan saya mengenai beberapa bagian penting dalam pembelajaran Pengantar Akuntansi I.

1. Persamaan Dasar Akuntansi

Materi pembelajaran Akuntansi Pengantar I secara keseluruhan mencakup apa yang disebut “Siklus Akuntansi”. Literatur-literatur mata kuliah ini biasanya memulai pembahasan dengan memperkenalkan Persamaan Dasar Akuntansi (Accounting Equation). Mengapa kita harus memulai pembahasan dengan membicarakan persamaan dasar akuntansi?
Buku-buku literatur untuk matakuliah Akuntansi Pengantar yang sekarang populer digunakan kebanyakan tidak memberi uraian panjang lebar tentang apa makna persamaan dasar akuntansi, padahal persamaan dasar ini selanjutnya akan menjadi model pencatatan yang dianut oleh akuntansi dengan metoda pembukuan berpasangannya (double entry bookkeeping). Dalam hal ini dosen dituntut untuk memberi uraian yang melatarbelakangi digunakannya persamaan dasar akuntansi sebagai landasan untuk melakukan pencatatan akuntansi. Apabila dosen hanya memperkenalkan persamaan dasar akuntansi tanpa alasan jelas dan kemudian langsung mendemonstrasikan pengaruh transaksi terhadap persamaan tersebut, dikhawatirkan mahasiswa akan menghafalkan akibat transaksi terhadap persamaan akuntansi tanpa memahami apa yang sesungguhnya terjadi atas ketiga komponen persamaan tersebut.
Walaupun sudah dianggap kuno, buku Accounting Principles karangan Ronald J. Thacker yang populer di Indonesia pada tahun delapanpuluhan, menurut hemat saya paling baik dalam memberikan gambaran mengapa kita sampai pada persamaan dasar akuntansi. Untuk masuk ke bagian yang penting ini, Thacker memulai bahasannya dengan memperkenalkan typical business operations yang sangat mudah dicerna oleh mahasiswa, untuk kemudian sampai pada apa yang disebut the central role of resources yang menggambarkan peranan dan arti pentingnya assets (aktiva) dalam pengelolaan bisnis untuk mencapai tujuan bisnis tersebut yaitu mendapatkan laba. Tahap berikutnya adalah menunjukkan asal atau sumber dari mana perusahaan memperoleh aktivanya. Pentingnya hubungan antara aktiva dengan sumber darimana aktiva tersebut berasal, dapat dilakukan dengan membuat schema yang menggambarkan aliran aktiva dalam operasi perusahaan pada umumnya. Dengan contoh-contoh yang berkaitan dengan transaksi aktiva, bahasan ini diakhiri dengan kesimpulan bahwa aktiva yang dimiliki perusahaan akan selalu sama jumlahnya dengan sumber dari mana aktiva itu berasal, yaitu yang bersumber dari pemilik (modal), ditambah dengan yang berasal dari kreditur (kewajiban). Dalam hal ini dosen juga perlu waspada bahwa pengertian modal bagi sebagian mahasiswa yang baru mengenal akuntansi sering tidak seperti yang dibayangkan dosen, karena mereka sudah terlanjur mempunyai pengertian yang salah tentang modal. Selama ini sudah tertanam dalam benak kebanyakan mahasiswa baru bahwa yang dimaksud modal adalah kekayaan perusahaan, sehingga ketika mereka diperkenalkan dengan persamaan akuntansi, mereka sulit membedakan aktiva dengan modal
Kadangkala uraian yang sangat sistimatis dengan alur berpikir yang runtut sebagaimana dilakukan Thacker seperti di atas, masih juga kurang memadai untuk membawa mahasiswa sampai pada pemahaman bahwa aktiva di satu sisi harus selalu dihubungkan dengan sumber atau asal aktiva tersebut di lain sisi, sehingga timbul apa yang dikenal dengan persamaan dasar akuntansi. Sebagai upaya untuk menegaskan hubungan tersebut, pada tahapan ini perlu ditunjukkan hasil akhir dari proses pencatatan akuntansi yaitu laporan keuangan, khususnya laporan posisi keuangan atau neraca. Tekanan diletakkan pada elemen-elemen yang membentuk posisi keuangan suatu perusahaan, yaitu aktiva di satu sisi dan sumber dari mana aktiva tersebut berasal di lain sisi. Dengan cara ini, maka setiap contoh tentang pengaruh transaksi terhadap persamaan akuntansi, langsung digambarkan akibatnya terhadap laporan posisi keuangan atau neraca. Kunci keberhasilan dari cara ini, adalah kemampuan dosen untuk memberi ilustrasi kepada para mahasiswa bahwa posisi keuangan perusahaan itu ditentukan oleh ketiga komponen yang dilaporkan dalam laporan posisi keuangan di atas. Jika kita hanya mengetahui aktiva perusahaan, hal itu hanya menggambarkan “kekayaan” yang dimiliki perusahaan, belum menunjukkan posisi keuangan perusahaan. Perusahaan bisa memiliki aktiva yang banyak tetapi posisi keuangannya buruk, sebaliknya perusahaan yang memiliki kekayaan yang lebih sedikit mungkin malahan memiliki posisi keuangan yang lebih baik. Hal ini ditentukan oleh sumber dari mana aktiva tersebut berasal. Oleh karena itu untuk menunjukkan posisi keuangan tidak cukup hanya dengan menunjukkan aktiva yang dimiliki perusahaan, tetapi sekaligus harus ditunjukkan pula komposisi sumber aktiva tersebut, yaitu kewajiban dan modal. Imbangan kewajiban dan modal menentukan baik buruknya posisi keuangan perusahaan.
Dengan tekanan pada posisi keuangan perusahaan yang komponen-komponennya sama dengan komponen persamaan dasar akuntansi, contoh-contoh transaksi pada tahap ini sebaiknya dibatasi pada transaksi yang tidak melibatkan pendapatan dan beban. Contoh transaksi biasanya terbagi atas transaksi yang mempengaruhi aktiva dan modal; aktiva dan kewajiban; dan aktiva dengan aktiva. Bila hal ini telah cukup difahami oleh para mahasiswa, barulah diperkenalkan transaksi pendapatan dan beban dengan cara langsung menambah atau mengurangi modal. Apabila persamaan akuntansi akan dimodifikasi dengan memasukkan pendapatan dan beban, maka persamaan akuntansi sebaiknya dinyatakan sebagai berikut:

AKTIVA = KEWAJIBAN + M0DAL + (PENDAPATAN - BEBAN)


Saya kurang menyetujui penyajian persamaan dasar akuntansi seperti tertera di bawah ini:



AKTIVA + BEBAN = KEWAJIBAN + MODAL + PENDAPATAN



Walaupun secara matematis penyajian di atas tidak keliru, tetapi untuk tujuan menerangkan hubungan antar komponen-komponen persamaan dasar akuntansi penyajian di atas sukar dipahami mahasiswa dan membingungkan. Sebaliknya penyajian cara pertama seperti disebutkan di atas akan lebih mudah dipahami, dengan catatan bahwa dosen perlu menerangkan terlebih dahulu hal-hal apa yang dapat mempengaruhi jumlah modal.
Pada tahapan ini saya berpendapat sebaiknya kita menghindari transaksi yang berkaitan dengan beban depresiasi aktiva tetap. Buku-buku teks terbitan Amerika yang banyak digunakan sebagai acuan kebanyakan sudah memasukkan hal ini sejak dini. Berdasarkan pengalaman saya, sulit sekali untuk menjelaskan kepada mahasiswa apa yang dimaksud dengan akumulasi depresiasi dan mencantumkannya sebagai pengurang (dalam tanda kurung) di sisi kiri persamaan akuntansi. Hal ini sebaiknya kita tunda sampai pada pembahasan jurnal penyesuaian.
Dengan telah dikenalnya transaksi-transaksi pendapatan dan beban dan pengaruhnya terhadap elemen-elemen persamaan dasar akuntansi, maka tiba gilirannya memperkenalkan laporan keuangan yang khusus menggambarkan hasil usaha perusahaan, yaitu laporan laba-rugi yang menggambarkan pendapatan, beban, dan laba atau rugi, selama suatu periode tertentu.
Keberhasilan dosen dalam menerangkan persamaan dasar akuntansi dan pemakaiannya, serta hubungannya dengan laporan keuangan, amat menentukan keberhasilan dalam menerangkan tahap selanjutnya.




2. Aturan Pendebetan dan Pengkreditan

Pemahaman tentang persamaan dasar akuntansi merupakan fundamen bagi setiap orang yang akan mempelajari akuntansi. Jika hal ini telah cukup dipahami, maka tibalah saatnya untuk mulai memasuki tahapan selanjutnya yaitu menjelaskan mengenai proses akuntansi. Pada tahap pertama diajarkan tentang pencatatan transaksi perusahaan dalam jurnal dan buku besar. Tahap ini merupakan bagian yang teramat penting sehingga dosen dituntut untuk sungguh-sungguh mencari metoda yang tepat agar mahasiswa benar-benar mendalami cara melakukan pencatatan.
Pertama-tama perlu ditegaskan bahwa pencatatan transaksi yang dilakukan dalam rangka menjelaskan persamaan dasar akuntansi bukan merupakan cara mencatat yang lazim dilakukan dalam praktik akuntansi. Dengan menggunakan persamaan dasar akuntansi, mahasiswa dilatih untuk menjabarkan pengaruh transaksi terhadap persamaan akuntansi dengan maksud untuk membiasakan mereka untuk melihat pengaruh atau akibat suatu transaksi terhadap elemen (atau elemen-elemen) persamaan dasar akuntansi. Cara penjabaran pengaruh transaksi dilakukan dengan menggunakan pola berpikir akuntansi yaitu pola berpikir yang selalu mengaitkan transaksi dengan aktiva, kewajiban, dan modal. Cara ini juga secara tidak langsung telah membawa mahasiswa untuk melakukan pencatatan dengan metoda pembukuan berpasangan (double entry).
Pola berpikir akuntansi yang tertanam dan dipahami mahasiswa merupakan titik tolak untuk membawa mereka mempelajari cara mencatat transaksi dalam alat-alat pencatatan yang formal yaitu dalam jurnal dan buku besar. Dalam hal ini hampir semua saya buku teks memilih untuk menjelaskan pencatatan dalam buku besar terlebih dahulu, walaupun dalam urutan kegiatan pencatatan pembuatan jurnal dilakukan sebelum pencatatan dilakukan di buku besar. Cara ini dipandang lebih efektif karena hal terpenting dalam proses ini adalah menentukan apa yang harus didebet dan apa yang harus dikredit.
Pada tahapan ini pertama-tama diperkenalkan alat atau tempat pencatatan dilakukan yaitu berupa akun atau perkiraan (account). Bentuk akun yang dianjurkan untuk digunakan sebagai pengenalan pertama adalah akun berbentuk huruf T (T account) tanpa kolom-kolom yang lengkap agar mahasiswa tahu bahwa pada prinsipnya akun memiliki dua sisi. Hindarkan penggunaan kolom-kolom lainnya agar konsentrasi mahasiswa hanya tertuju pada dua kolom (sisi) yang berbeda yaitu sisi kiri yang disebut debet dan sisi kanan di sebut kredit.
Penggunaan akun harus didahului dengan pengenalan sifat-sifat akun. Agar mahasiswa dapat menghayati sifat akun, sebaiknya diperkenalkan lebih dahulu sifat akun-akun neraca atau akun-akun riil. Sifat akun sebaiknya tidak diajarkan sebagai sesuatu yang berasal dari langit dan diterima mahasiswa sebagai bahan hafalan. Akan sangat besar manfaatnya bila sifat akun dijelaskan latar belakangnya. Sifat akun riil harus dikaitkan langsung dengan penyajian akun-akun tersebut dalam neraca. Jadi, karena aktiva disajikan dalam neraca pada sisi kiri, maka sejalan dengan itu bila aktiva ada atau bertambah, keberadaan atau pertambahan aktiva tersebut juga akan terjadi pada sisi kiri atau dalam akun disebut sisi debet. Sebaliknya apabila terjadi pengurangan pada aktiva, maka hal itu akan terajdi pada sisi kebalikannya atau pada sisi kredit. Hal yang sama dapat dijelaskan juga untuk sifat akun kewajiban dan akun modal.
Apabila sifat akun-akun riil dikaitkan dengan penyajian di neraca, sifat akun-akun nominal tidak bisa begitu saja dikaitkan dengan penyajian di laporan laba-rugi, karena laporan rugi laba biasanya disajikan dalam bentuk stafel. Oleh karena itu cara yang dipandang paling logis untuk menerangkan sifat akun nominal (pendapatan dan beban) adalah menghubungkan akun-akun nominal dengan akun modal. Akun pendapatan mempuyai pengaruh yang sejalan dengan akun modal, yaitu jika pendapatan bertambah maka modal juga akan bertambah dan sebaliknya, sedangkan akun beban mempunyai pengaruh yang berlawanan dengan modal, yaitu bila beban bertambah maka modal akan berkurang dan sebaliknya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa akun pendapatan mempunyai sifat yang sama dengan akun modal (oleh karenanya jika bertambah harus dikredit dan berkurang didebet) dan akun beban mempunyai sifat berlawanan dengan akun modal (oleh karenanya jika bertambah harus didebet dan berkurang dikredit)
Bila sifat-sifat akun telah diperkenalkan dan latar belakangnya telah dipahami mahasiswa, maka tidak menjadi persoalan bila mahasiswa menghafalkan sifat-sifat akun tersebut. Mahasiswa jangan dipaksa menghafalkan sifat-sifat akun, tanpa memahami alasannya karena hal itu akan membuat mahasiswa terbiasa menghafalkan apa yang harus didebet dan dikredit dari setiap transaksi. Hafalan semacam itu biasanya disiapkan sekedar untuk menghadapi ujian yang hanya akan bertahan sesaat.
Cara penyampaian yang baik oleh dosen tentang sifat akun seperti diuraikan di atas hendaknya diikuti dengan pemberian soal-soal latihan sebanyak mungkin. Waktu yang disediakan untuk latihan hendaknya benar-benar diperhitungkan agar cukup memberi kesempatan berlatih, baik dikerjakan dalam kelas di bawah bimbingan dan pengawasan dosen, maupun dalam bentuk tugas-tugas untuk dikerjakan di rumah. Dosen hendaknya menyadari sungguh-sungguh bahwa pemahaman tentang aturan pendebetan dan pengkreditan akibat transaksi merupakan bagian yang teramat penting (kalau tidak bisa dikatakan paling penting) diantara semua kegiatan dalam rangkaian siklus akuntansi.
Apabila bagian ini telah dapat dilalui dengan baik, maka proses pencatatan lain seperti membuat jurnal dan posting ayat-ayat jurnal ke buku besar tidaklah merupakan bagian yang sulit untuk dipahami mahasiswa. Demikian pula pengenalan mahasiswa pada bentuk akun lain yang tidak sesederhana akun T, seperti akun bentuk saldo berjalan (runing balance) dapat dilakukan tanpa kesulitan yang berarti.


3. Pembuatan Jurnal Penyesuaian (Adjustment)

Sebagian besar mahasiswa yang pernah menempuh mata kuliah Akuntansi Pengantar I berpendapat bahwa materi kuliah yang paling sulit dalam Akuntansi Pengantar I adalah pembuatan jurnal penyesuaian. Demikian pula para dosen berpendapat bahwa menanamkan pemahaman materi ini tidaklah mudah. Menurut pengamatan dan pengalaman saya, kesulitan ini umumnya disebabkan oleh belum matangnya mahasiswa dalam melakukan pencatatan transaksi yang kunci pokoknya adalah pemahaman melakukan pendebetan dan pengkreditan ke dalam akun-akun yang sesuai. Dalam situasi demikian mahasiswa sebenarnya belum siap untuk diajari bagaimana membuat jurnal penyesuaian. Bila situasi kelas menunjukkan keadaan semacam itu, pemberian materi tentang jurnal penyesuaian sebaiknya ditunda. Akan lebih baik hasilnya jika porsi latihan tentang penjurnalan, posting ke buku besar dan pembuatan neraca saldo ditambah sampai materi tersebut benar-benar dimengerti.
Pembuatan jurnal penyesuaian sebagian besar berhubungan dengan apa yang telah dicatat pada waktu yang lalu yang hasilnya terpampang dalam bentuk neraca saldo di akhir periode. Bisa dibayangkan betapa sulitnya membuat jurnal penyesuaian apabila mahasiswa tidak bisa menginterpretasikan arti saldo-saldo yang tercantum dalam ringkasan hasil transaksi yang berujud neraca saldo tersebut.
Pertama-tama perlu dijelaskan tentang alasan mengapa jurnal penyesuaian akhir periode harus dilakukan. Dalam hal ini mahasiswa perlu diingatkan akan adanya beberapa konsep dasar yang telah diperkenalkan kepada mereka pada bab sebelumnya, yaitu konsep tentang pengakuan pendapatan (revenue) dan beban (expenses) yang didasarkan pada dasar akrual (accrual basis) , serta konsep penandingan (matching concept). Konsep-konsep tersebut perlu dijelaskan dengan bahasa yang sederhana, karena ketiganya mendasari alasan mengapa pada akhir periode akuntansi perlu dilakukan penyesuaian. Pemberian penjelasan tentang konsep-konsep tersebut kepada mahasiswa baru bukanlah hal yang mudah. Dosen dituntut untuk menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dalam menjelaskan konsep-konsep tersebut tanpa menyimpang dari pengertian yang sesungguhnya.
Pembuatan jurnal penyesuaian sebagian besar berkaitan dengan transaksi-transaksi accrual dan deferral. Untuk dapat membuat jurnal penyesuaian yang diperlukan pada akhir periode, mahasiswa dituntut untuk memahami kedua tipe transaksi ini. Oleh karenanya dosen harus sungguh-sungguh menyadari betapa sulitnya bagi mahasiswa baru untuk memahami hal tersenut. Tidaklah mudah bagi mahasiswa yang baru beberapa minggu kuliah di perguruan tinggi untuk memahami bahwa “beban yang dibayar di muka”(prepaid expenses) adalah aktiva. Karena istilah ini dimulai dengan kata “beban” maka dalam pikiran mereka istilah ini tidak ada bedanya dengan beban-beban yang lain. Oleh karena itu tekanan harus diberikan pada kata-kata “dibayar di muka” yang menjadikannya bukan merupakan kelompok beban melainkan aktiva.
Lebih sulit lagi adalah menanamkan pengertian bahwa “pendapatan diterima di muka” merupakan kewajiban atau utang. Mereka sering memiliki pengertian yang keliru bahwa yang disebut utang adalah sesuatu yang harus selalu dibayar atau dilunasi dengan uang. Oleh karena itu sulit bagi mereka untuk memahami bahwa jika perusahaan menerima sejumlah pendapatan sewa di muka, maka hal itu merupakan utang bagi perusahaan. Untuk itu dosen dituntut untuk bisa memberi contoh-contoh sederhana dengan transaksi-transaksi yang biasa ditemui para mahasiswa dalam kehidupan sehari-hari.
Hal lain yang menyebabkan pembuatan jurnal penyesuaian dirasakan sulit oleh mahasiswa adalah bahwa ayat jurnal penyesuaian yang harus dibuat tergantung pada ayat jurnal yang dibuat sebelumnya. Sebagai contoh, transaksi pembayaran beban di muka dapat dicatat dengan mendebet akun beban atau dapat pula dicatat dengan mendebet akun beban dibayar di muka. Jurnal penyesuaian yang diperlukan pada akhir periode, tergantung pada akun mana yang digunakan perusahaan untuk mencatat transaksi tersebut pada saat transaksi terjadi. Bisa dibayangkan betapa sulitnya menentukan jurnal penyesuaian yang diperlukan jika mahasiswa masih sulit membedakan cara pencatatan transaksi demikian. Oleh karena itu, sekali lagi perlu ditekankan di sini bahwa kematangan mahasiswa dalam mencatat (menentukan debet dan kredit) suatu transaksi merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi sebelum mereka mempelajari pembuatan jurnal penyesuaian.
Mengingat tingkat kesulitan untuk memahami pembuatan jurnal penyesuaian cukup tinggi bagi mahasiswa baru, maka sebaiknya dalam satuan acara perkuliahan (SAP) mata kuliah Akuntansi Pengantar I, materi pembuatan jurnal penyesuaian dibatasi hanya untuk transaksi accrual dan deferral saja. Hal-hal lain yang memerlukan penyesuaian pada akhir periode sebaiknya diterangkan pada kesempatan lain atau dalam mata kuliah lain. Sebagai contoh, pembuatan jurnal penyesuaian untuk mencatat kerugian piutang dengan metoda cadangan, sebaiknya tidak diterangkan pada tahap ini, karena mahasiswa akan sulit sekali mencerna akun yang sama sekali asing yaitu akun Cadangan Kerugian Piutang (Allowance for Bad Debts).
Hal terakhir yang perlu ditekankan pada materi ajaran pembuatan jurnal penyesuaian ini adalah penegasan kepada para mahasiswa bahwa ayat-ayat jurnal penyesuaian dilakukan atau dibuat dalam buku jurnal, seperti halnya jurnal yang dibuat untuk mencatat transaksi-transaksi rutin. Ayat-ayat jurnal penyesuaian ini selanjutnya juga dibukukan (posting) ke dalam buku besar yang sama sebagaimana digunakan dalam pembukuan transaksi rutin. Hal ini perlu ditegaskan untuk mencegah kerancuan dan kebingungan mahasiswa sehubungan dengan digunakannya neraca lajur (worksheet) yang akan diuraikan di bawah ini.

4. Neraca Lajur (Worksheet)

Pertama-tama perlu dijelaskan pada para mahasiswa bahwa neraca lajur bukan alat pencatatan yang formal. Neraca lajur atau lebih tepat disebut kertas kerja, merupakan alat atau media yang digunakan untuk mempermudah dan mempercepat pembuatan laporan keuangan. Ini berarti bahwa jika kita dapat menyusun laporan keuangan langsung dari buku besar, maka pembuatan neraca lajur dapat diabaikan. Namun dalam praktiknya neraca lajur hampir selalu dibuat perusahaan karena manfaatnya yang sangat besar, tidak saja dalam mempercepat dan mempermudah penyusunan laporan keuangan, tetapi juga untuk mengurangi kesalahan dalam penyusunan laporan keuangan.
Secara teknis pembuatan neraca lajur tidaklah sulit untuk diterangkan, namun dosen perlu menegaskan bahwa walaupun neraca lajur sangat membantu dalam pembuatan laporan keuangan, hal itu tidak berarti bahwa data dalam neraca lajur akan disajikan dengan cara yang sama dalam laporan keuangan. Hal ini nampak terutama dalam pembuatan neraca. Data dalam kolom “neraca” di neraca lajur, apabila akan dikutip untuk disajikan dalam neraca yang formal, harus dilakukan dengan memperhatikan teknis penyusunan neraca. Ini berarti tidak semua data yang tercantum pada sisi debet (sisi kiri) dalam kolom “neraca” di neraca lajur akan disajikan pada sisi kiri dalam sebuah neraca. Demikian pula tidak semua data yang tercantum pada sisi kredit (sisi kanan) dalam kolom “neraca” di neraca lajur akan disajikan pada sisi kanan dalam sebuah neraca. Hal ini terjadi karena Prinsip Akuntansi mengatur cara penyajian hal-hal tertentu dalam neraca. Sebagai contoh, dalam neraca lajur saldo debet akun Prive dicantumkan pada sisi debet dalam kolom “neraca” . Dalam neraca yang formal yang disusun berdasarkan neraca lajur tersebut, saldo debet akun Prive tidak dicantumkan pada sisi kiri neraca karena sisi kiri neraca menggambarkan aktiva (sedangkan prive jelas bukan aktiva), melainkan dicantumkan dalam laporan perubahan modal atau sebagai pengurang terhadap modal. Contoh lain, dalam neraca lajur saldo kredit akun Akumulasi Depresiasi dicantumkan pada sisi kredit. Dalam neraca yang formal yang disusun berdasarkan neraca lajur tersebut, akun Akumulasi Depresiasi tidak dicantumkan pada sisi kanan neraca karena sisi kanan neraca menggambarkan kewajiban dan modal (sedangkan akumulasi depresiasi jelas bukan kewajiban maupun modal), melainkan dicantumkan pada sisi kiri neraca sebagai pengurang terhadap akun aktiva tetap yang bersangkutan. Akibatnya total rupiah kolom-kolom “neraca” di neraca lajur menjadi tidak sama dengan total rupiah pada sisi kiri dan sisi kanan neraca.
Kolom “Penyesuaian” dalam neraca lajur diperlukan agar bisa diketahui saldo setelah disesuaikan (jika ada penyesuaian). Seperti telah disinggung di atas, ayat jurnal penyesuaian yang sesungguhnya tetap dikerjakan dalam buku jurnal untuk selanjutnya dibukukan ke akun yang bersangkutan di buku besar. Hal ini perlu ditegaskan kepada para mahasiswa, karena tidak jarang mahasiswa mengartikan bahwa jurnal penyesuaian dibuat dalam neraca lajur.
Ketidakjelasan media yang digunakan untuk mencatat di atas akan dapat diatasi apabila pembelajaran Akuntansi Pengantar I dilengkapi dengan practice set. Mahasiswa diberi satu set transaksi selama satu bulan untuk dicatat dalam kertas kerja yang telah disediakan yang terdiri dari : lembar jurnal, lembar buku besar, lembar neraca saldo, lembar neraca lajur, dan lembar laporan keuangan. Dengan cara ini menjadi jelas bagi mahasiswa bahwa jurnal penyesuaian dikerjakan dalam lembar jurnal untuk kemudian dibukukan ke dalam lembar buku besar yang merupakan lembar tersendiri (terpisah). Jurnal penyesuaian tersebut juga dicantumkan pada kolom “Penyesuaian” di neraca lajur yang juga merupakan lembar terpisah. Practice set bisa menjadi alat peraga yang efektif dalam memvisualisasikan proses pencatatan dibandingkan dengan hanya menerangkan melalui gambar di papan tulis.

5. Jurnal Penyesuaian Kembali (Reversing Entry)

Materi pembelajaran tentang pembuatan jurnal penyesuaian kembali (reversing entry)merupakan salah satu materi yang tidak mudah dalam pembelajaran Akuntansi Pengantar I. Dalam berbagai kesempatan melakukan wawancara pada beberapa calon tenaga dosen dan asisten untuk Jurusan Akuntansi, saya sering meminta mereka untuk menjelaskan pembuatan jurnal penyesuaian kembali. Mereka adalah sarjana Jurusan Akuntansi (untuk dosen) dan mahasiswa Jurusan Akuntansi yang telah menempuh lebih dari 110 SKS pada Jurusan Akuntansi (untuk asisten). Ternyata banyak yang tidak dapat menjelaskan dengan baik atau bahkan memberi jawaban yang sama sekali keliru. Kesulitan yang dihadapi terutama dalam menjelaskan tujuan pembuatan jurnal penyesuaian kembali dan menentukan jurnal penyesuaian mana yang perlu disesuaikan kembali.
Pertama-tama perlu dijelaskan bahwa pembuatan jurnal penyesuaian kembali bersifat optional. Artinya tidak wajib dibuat oleh setiap perusahaan. Hal ini berkaitan erat dengan tujuan pembuatan jurnal penyesuaian kembali yaitu untuk memudahkan pencatatan transaksi-transaksi yang berulang setiap minggu atau bulan yang pencatatannya dilakukan melalui standar jurnal tertentu dan pada akhir periode sebelumnya telah dilakukan penyesuaian. Sebagai contoh pembayaran upah atau gaji dilakukan setiap akhir minggu atau akhir bulan dengan jurnal standar: Debet: Beban Gaji dan Upah; dan Kredit: Kas. Apabila pada akhir tahun dibuat jurnal penyesuaian untuk mencatat utang gaji yang dilakukan dengan mendebet akun Gaji dan Upah dan mengkredit akun Utang Gaji dan Upah (Catatan: debet dan kredit ayat jurnal penyesuaian ini tidak sama dengan jurnal standar di atas), maka akan bermanfaat sekali bila kita membuat penyesuaian kembali pada awal tahun berikutnya, sehingga pada saat dilakukan pembayaran rutin atas gaji dan upah, hal tersebut dapat dicatat dengan jurnal standar di atas tanpa memikirkan adanya utang gaji. Dari contoh ini terlihat bahwa pembuatan jurnal penyesuaian kembali akan terasa bermanfaat jika cara pencatatan yang berlaku pada perusahaan menganut jurnal standar tertentu.
Persoalan lain adalah “kapan sebaiknya materi ini disampaikan kepada mahasiswa”, apakah setelah selesai pembahasan tentang jurnal penyesuaian ataukah pada bagian lain. Sebagian dosen mengajarkan materi ini segera setelah selesai membahas jurnal penyesuaian dengan pertimbangan bahwa materi pembuatan jurnal penyesuaian masih hangat dalam ingatan mahasiswa. Menurut hemat saya, cara ini mengandung “bahaya” yang kadang-kadang bisa berakibat sangat serius. Pertama, cara ini tidak sejalan dengan urutan kegiatan dalam proses akuntansi, sehingga akan mengganggu upaya kita dalam memberikan ilustrasi tentang jalannya silus akuntansi. Kedua, cara ini juga bisa memancing mahasiswa untuk menjurnal balik semua jurnal penyesuaian yang telah dilakukan, tanpa memandang perlu tidaknya hal itu dilakukan yang akibatnya merusak seluruh jurnal penyesuaian yang diperlukan. Menurut hemat saya, materi ini sebaiknya diajarkan setelah semua tahapan dalam siklus akuntansi dikerjakan, yaitu setelah dilakukan penutupan buku, karena dalam praktik kegiatan ini dilakukan menjelang perusahaan memulai kembali kegiatan pencatatan pada tahun buku yang baru.


6. Penutupan Pembukuan

Menutup pembukuan adalah istilah tehnis akuntansi yang dilakukan dengan membuat jurnal penutup pada akhir periode akuntansi. Pada hakekatnya menutup pembukuan berarti mengakhiri akun-akun tertentu karena saldo akun tersebut tidak akan dibawa ke periode akuntansi berikutnya. Mengapa demikian?
Untuk menjelaskan hal ini dosen harus kembali ke bab sebelumnya, yaitu pada pembicaraan tentang timbulnya kelompok-kelompok akun di saat dosen mulai memperkenalkan bentuk dan sifat-sifat akun. Seperti kita ketahui, pada tahap awal mahasiswa hanya diperkenalkan pada tiga kelompok akun, yaitu akun aktiva, akun kewajiban, dan akun modal, yaitu akun-akun yang tergolong dalam kelompok akun neraca atau akun riil. Kelompok akun tersebut memberi gambaran tentang posisi keuangan perusahaan Dengan mulai diperkenalkannya transaksi-transaksi pendapatan dan beban, maka muncul kelompok akun baru yaitu akun pendapatan dan akun beban, yang disebut juga kelompok akun nominal. Akun-akun ini sebenarnya hanya merupakan “kepanjangan tangan” dari akun modal. Disebut demikian karena pendapatan dan beban akan berpengaruh pada bertambah atau berkurangnya modal. Namun mengingat bahwa informasi tentang pendapatan dan beban diperlukan untuk memberi gambaran tentang hasil operasi perusahaan yang seringkali harus cukup rinci, maka pendapatan dan beban dicatat dalam akun-akun tersendiri. Kelompok akun ini memberi gambaran tentang hasil operasi perusahaan yang tidak bisa digambarkan oleh kelompok akun riil. Kelompok akun nominal disebut juga akun-akun sementara (temporary accounts) karena keberadaannya hanya sementara yaitu sampai akhir periode.Pada akhir periode akun-akun sementara ini harus diakhiri yaitu dengan cara memindahkan saldo-saldonya ke akun modal (melalui akun Rugi-Laba). Proses pemindahan akun-akun sementara atau akun nominal ke akun modal inilah yang disebut proses penutupan buku. Secara tehnis proses pemindahan atau penutupan ini dilakukan dengan membuat jurnal yang disebut jurnal penutup.
Akun-akun riil yaitu akun-akun aktiva, kewajiban, dan modal tidak perlu ditutup, karena akun-akun tersebut saldonya akan dibawa ke periode akuntansi berikutnya. Itulah sebabnya akun-akun riil disebut juga akun permanen (permanent accounts).
Uraian di atas perlu diungkapkan kepada para mahasiswa karena dengan uraian tersebut proses penutupan buku dengan alasan-alasannya menjadi mudah difahami mahasiswa. Proses pembuatan jurnal penutup menjadi jelas urutan langkahnya. Proses tersebut bisa dibagi menjadi empat langkah sebagai berikut, yaitu:
1. Memindahkan saldo akun-akun pendapatan ke akun Rugi-Laba (Debet: Akun Pendapatan; Kredit: Rugi-Laba).
2. Memindahkan saldo akun-akun beban ke akun Rugi-Laba (Debet: Rugi-Laba; Kredit: Akun Beban)
3. Memindahkan saldo akun Rugi-Laba ke akun Modal.
4. Memindahkan saldo akun prive (jika ada) ke akun Modal.

7. Neraca Saldo Setelah Penutupan Buku

Tahapan terakhir dalam siklus akuntansi adalah menyusun neraca saldo setelah penutupan buku. Menjelaskan cara membuat neraca saldo setelah penutupan buku bukanlah pekerjaan yang sulit, tetapi yang penting pada tahap ini adalah menjelaskan apa tujuan pembuatan neraca saldo setelah penutupan buku.
Mahasiswa harus diingatkan bahwa laporan keuangan (termasuk didalamnya neraca) disusun berdasarkan data yang dihasilkan oleh neraca lajur. Cara ini ditempuh karena melalui neraca lajur proses penyusunan laporan keuangan bisa dilakukan dengan lebih cepat dan lebih mudah . Selain itu risiko terjadinya kesalahan dalam proses penyusunan laporan keuangan bisa dikurangi. Sementara itu pembuatan jurnal penyesuaian dan jurnal penutup berikut pembukuannya (posting) ke buku besar dilakukan setelah laporan keuangan tersusun. Idealnya walaupun laporan keuangan disusun melalui neraca lajur, data yang tercantum dalam laporan keuangan tetap harus sama dengan data yang tercantum dalam buku besar. Hal ini dapat dibuktikan dengan membandingkan data saldo yang terdapat dalam buku besar setelah penutupan buku dengan data yang tercantum neraca. Inilah kunci persoalan mengapa perusahaan perlu menyusun neraca saldo setelah penutupan buku.

8. Pendekatan HPP dan Non-HPP dalam Akuntansi untuk Perusahaan Dagang

Butir-butir persoalan yang perlu mendapat perhatian dosen dalam pembelajaran Akuntansi Pengantar di atas berlaku baik untuk perusahaan jasa maupun perusahaan dagang. “Masalah” yang akan diuraikan berikut ini khusus dijumpai dalam akuntansi untuk perusahaan dagang. Persoalan yang dimaksud bermula pada tahapan pembuatan jurnal penyesuaian dan selanjutnya juga akan berpengaruh pada pembuatan neraca lajur dan jurnal penutup. Bagi para sarjana akuntansi yang telah mempelajari akuntansi sampai tingkat lanjut, apa yang akan diuraikan di bawah ini bukan merupakan masalah, karena hanya merupakan variasi dalam metoda pencatatan, tetapi secara prinsip tidak bertentangan dan hasil akhirnya tidak berbeda. Akan tetapi bagi para pengajar Akuntansi Pengantar yang sangat peduli pada upaya untuk menjelaskan setiap materi dengan penalaran yang teratur, hal ini sering menjadi ganjalan dan selalu menjadi bahan diskusi yang belum terpecahkan dengan memuaskan.
Sebagaimana diketahui bahwa pada Akuntansi Pengantar I, metoda pencatatan persediaan yang dianut adalah metoda fisik (metoda periodik), dengan pertimbangan bahwa metoda ini sederhana dan banyak digunakan dalam perusahaan kecil. Metoda persediaan perpetual yang lebih canggih baru akan dibahas pada Akuntansi Pengantar II. Pada metoda fisik, transaksi pembelian barang dagangan dicatat dengan mendebet akun Pembelian dan penentuan persediaan akhir periode dilakukan berdasarkan hasil perhitungan fisik. Angka persediaan akhir ini dengan jurnal tertentu di debet ke akun Persediaan. Pada buku-buku teks Accounting Principles versi lama, pencatatan persediaan akhir (hasil perhitungan fisik) dicatat dalam pembukuan melalui jurnal penyesuaian dengan mendebet akun Harga Pokok Penjualan (HPP). Melalui jurnal penyesuaian pula saldo persediaan awal dan pembelian (termasuk retur pembelian dan potongan pembelian) dipindahkan ke akun Harga Pokok Penjualan.Dengan jurnal penyesuaian tersebut maka diperoleh dua manfaat, yaitu (1) akun Persediaan menunjukkan saldo per akhir tahun, sesuai dengan jumlah yang sesungguhnya ada dalam persediaan (on hand), dan (2) dalam pembukuan segera terlihat angka harga pokok penjualan yang selama ini tidak nampak (berbeda dengan metoda perpetual yang selalu menunjukkan besarnya harga pokok penjualan. Keuntungan lebih lanjut dirasakan dalam pembuatan neraca lajur. Dalam proses mendistribusikan saldo-saldo akun yang tercantum dalam kolom “neraca saldo setelah disesuaikan” (adjusted trial balance) ke dalam kolom-kolom rugi-laba atau neraca, semuanya dapat dilakukan dengan mengikuti aturan baku yang enak diikuti , yaitu: semua aktiva dicantumkan pada kolom kiri neraca, kewajiban dan modal pada kolom kanan neraca, semua beban pada kolom kiri rugi-laba, dan pendapatan pada kolom kanan rugi-laba.Aturan-aturan ini sangat mudah diikuti mahasiswa dan sejalan dengan saldo normal akun-akun dan tempat penyajian akun dalam laporan keuangan. Keuntungan lebih lanjut juga dirasakan pada pembuatan jurnal penutup. Sebagaimana disinggung pada butir 6 di atas, jurnal penutup dibuat untuk memindahkan saldo akun-akun sementara (yang tidak lain adalah akun pendapatan dan beban) ke akun Modal melalui akun Rugi-Laba. Aturan bakunya yang sangat mudah diikuti adalah: semua akun pendapatan didebet dan dikredit akun R/L, dan semua akun beban dikredit dan didebet akun R/L. Dalam buku-buku teks terbitan sekarang, persediaan akhir tidak lagi dicatat dalam pembukuan melalui harga pokok penjualan. Untuk ini dikenal dua macam metoda, yaitu (1) metoda jurnal penutup (closing-entry method), dan (2) metoda jurnal penyesuaian (adjusting-entry method). Dalam metoda jurnal penutup, saldo persediaan akhir tidak dicatat ke dalam pembukuan melalui jurnal penyesuaian, melainkan akan dicatat kemudian melalui jurnal penutup. Demikian pula halnya dengan akun Persediaan (yang menunjukkan saldo persediaan awal) dan akun Pembelian tidak disesuaikan, sehingga dalam kolom “neraca saldo setelah disesuaikan” di neraca lajur saldo akun Persediaan tetap menunjukkan sebesar jumlah persediaan awal dan akun-akun yang bersangkutan dengan pembelian (Pembelian, Retur Pembelian, Potongan Pembelian, dan Beban Angkut Pembelian) tetap tidak berubah. Akibat “kurang menyenangkan” mulai dirasakan pada tahap penyelesaian neraca lajur, yaitu pada saat akan dilakukan pendistribusian angka-angka saldo dari kolom “neraca saldo setelah disesuaikan”. Pada tahap ini saldo persediaan awal dimasukkan ke dalam sisi kiri kolom Rugi-Laba, dan angka saldo persediaan akhir dimasukkan ke dalam sisi kanan di kolom Rugi-Laba. Pada saat yang bersamaan saldo persediaan akhir juga dicantumkan pada sisi kiri pada kolom Neraca. Cara ini sungguh menyimpang dari aturan baku yang berlaku bagi akun-akun lainnya, dan terasa seperti “dipaksakan” yang bagi para pemula sering sukar dimengerti. Akibatnya bagian ini dihafalkan mahasiswa tanpa dimengerti alasannya. Situasi kurang menyenangkan terulang kembali pada saat pembuatan jurnal penutup. Di sini aturan baku pembuatan jurnal penutup yang sangat mudah diterima nalar seperti diuraikan di atas juga disimpangi. Pada tahap pertama “pokoknya” semua akun sementara yang bersaldo kredit plus akun persediaan (sebesar saldo akhir) didebet dengan kredit akun R/L; dan semua akun sementara bersaldo debet plus akun persediaan (sebesar saldo persediaan awal) dikredit dengan debet akun R/L. Jurnal penutup ini sangat menyimpang dari aturan baku karena akun persediaan bukan merupakan akun nominal dan bukan pula akun sementara. Akun persediaan adalah akun permanen yang saldonya akan dibawa ke periode berikutnya. Tidak heran dengan metoda semacam ini mahasiswa akhirnya menghafalkan jurnal penutup dengan didahului kata “pokoknya” , yang tentu saja kurang baik ditinjau dari segi metoda belajar.
Dalam metoda jurnal - penyesuaian, saldo akhir persediaan tidak dimasukkan ke dalam pembukuan melalui jurnal penutup, melainkan melalui jurnal penyesuaian. Namun berbeda dengan metoda terdahulu, saldo akun persediaan awal dan saldo persediaan akhir melalui jurnal penyesuaian dicatat dengan mendebet dan mengkredit akun Rugi-Laba (Income Summary) sebagai berikut:
Persediaan (akhir)…………………….. xxx
Rugi-Laba………………………. xxx
Rugi-Laba………………………………. xxx
Persediaan (awal)……………… xxx
Menurut pemahaman saya, metoda ini lebih baik daripada metoda jurnal-penutup. Dalam proses pengerjaan neraca lajur, satu-satunya ganjalan yang sering dirasa agak “mengganggu” adalah munculnya akun Rugi-Laba yang bercampur dengan akun-akun lain dalam batang tubuh neraca lajur, sehingga total jumlah sisi debet kolom rugi-laba tidak lagi mencerminkan total beban, dan total sisi kanan dalam kolom rugi-laba tidak mencerminkan total pendapatan. Namun secara keseluruhan metoda ini masih lebih mudah dimengerti oleh para mahasiswa daripada metoda jurnal-penutup.
Seperti telah dikemukakan di atas, ketiga metoda tersebut sebenarnya sama-sama dapat digunakan dan akan menghasilkan laporan keuangan yang sama, namun jika dosen mewajibkan para mahasiswa untuk menggunakan acuan buku teks berbahasa Inggris terbitan sekarang, hampir semuanya menggunakan metoda jurnal-penutup yang kurang disukai oleh kebanyakan dosen pengajar mata kuliah Akuntansi Pengantar yang saya kenal, karena alasan-alasan seperti diuraikan di atas. Sebagai jalan keluar, dosen akhirnya mengajarkan semua metoda di atas dan mahasiswa dibiarkan memilih metoda yang paling mereka sukai.

PENUTUP
Pembelajaran Akuntansi Pengantar di perguruan tinggi memiliki posisi yang strategis dalam membentuk pemahaman peserta didik (mahasiswa) dalam mempelajari akuntansi pada tingkat berikutnya. Oleh karena itu dosen dituntut untuk mengajarkan mata kuliah ini dengan menekankan pada konsep-konsep dan logika serta alasan yang jelas. Dosen juga perlu secara terus menerus memperbaiki diri dalam mencari metoda yang tepat untuk mengajarkan mata kuliah ini.
Yogyakarta, 1 Juli 2009

















DAFTAR PUSTAKA
Horngren, Charles T., and Walter T. Harrison, Jr., Accounting, Second Edition, Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey, 1993
Thacker, Ronald. J.,Accounting Principles, 2nd. Edition, Prentice-Hall, Inc, Englewood Cliffs, New Jersey, 1979.
Weygant, Jerry J., Donald E. Kieso, and Walter G. Kell, 7th Edition, Accounting Principles, John Wley & Sons, Inc, New York, 2005.
Warren, Carl s., Philip E. Fess, and James M. Reeve, Accounting, South-Western College Publishing, 18 th. Ed., Cincinnati, Ohio, 1996.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar